Home » » Diversitas Sosiokultural.

Diversitas Sosiokultural.

Diversitas Sosiokultural.

Oleh :  Ichal
  1. A.     Pendahuluan
 Fenomena keragamana dilingkungan sekitar kita merupakan sunnahtullah yang harus disyukuri, karena salah satu potensi untuk saling menguatkan .Pada konteks keIndonesiaan yang syarat nuansa keragaman baik sosial, budaya, etnis, suku, agama ditambah lagi dengan luasnya wilayah yang meliputi sabang sampai marauke kalau diminej dan dikelola potensinya dengan baik maka akan menjadi kekuatan bagi masyarakat  bangsa Indonesia.Ketika potensi yang dimiliki masyarakat Indonesia tidak dikelola dengan baik maka yang terjadi adalah kesenjangan sosial yang berujung pada kerusuhan dan anarkisme yang mengatasnamakan etnis, suku, maupun agama .Fenomena tersebut sering kita saksikan dibeberapa media baik cetak maupun media elektronik ( TV ).[1]Kalau hal tersebut diatas dibiarkan maka negara atau bangsa Indonesia akan hancur oleh masyarakatnya  sendiri.Maka perlu dan pentingnya pendidikan dalam wahana mencetak generasi yang memiliki wawasan dan ilmu untuk menopang daya intelektualitasnya sehingga bisa bersikap arif dan bijak dalam mensikapi perbedaan baik sosial, budaya yang ada dilingkungan sekitarnya.Keragaman disekitar kita kita bukan hanya pada tataran sosial budaya akan tetapi pada hal yang bersifat fisik dan tingkat kecerdasan. Sebagai konsekwensi logis dari keragaman sosial budaya yang ada disekita kita, yang dengan sendirinya akan membuahkan pola fikiran dan persepsi seseorang atau kelompok beragam (berbeda).Kita bisa saksikan sendiri secara fisik ada yang pendek, tinggi dan berkulit hitam, putih , sawo matang dari sisi kecerdasan ada yang lemah ada pula yang cepat tanggap. Hal tersebut harus disikapi dengan bijak dan arif agar dalam persfektif sosial tidak terjadi ketersinggungan yang berujung pada ketidakharmonisan didalam lingkungan pergaulan.[2]Perbedaan keragaman budaya, agama, suku dan ras apabila tidak kita kritisi secara filosofis akan menimbulkan persoalan konflik horisontal didalam masyarakat Indonesia bahkan bisa saja terjadi dalam institusi pendidikan di Indonesia. Benturan antar budaya, suku, ras etnik dan nilai-nilai yang berlaku tidak menutup kemungkinan akan menciptakan disintegrasi bangsa.[3]Untuk mengetahui akar persoalan yang terjadi akhir-akhir ini perlunya kita mengkaji pendidikan berbasis masalah dan pendidikan multikultural yang obyektif serta tidak menyudutkan dan membenarkan diri dan kelompoknya. Sehingga kita bisa memahami dan mengerti sesuatu yang berbeda dari kita.Bagaimana memberikan pemahaman kepada seseorang atau kelompok(organisasi) terhadap sesuatu yang berbeda,..? tanpa harus melibatkan kekerasan untuk menyelesaikanya masalah yang dihadapi yang berujung pada konflik.Kemudian apa sisi positif dengan munculnya keragaman dalam perspektif sosialkultural ditengah-tengah masyarakat kaitanya dengan pendidikan multikultural.Bagaiman pandangan psikologi pendidikan melihat dan memandang keragaman ditengah masyarakat agar tetap menjaga yang kaitanya dengan keharmonisan, tanggung jawab untuk memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat IndonesiaPertanyaan diatas memerlukan sebuah jawaban dari pembahasan yang akan kita angkat dimakalah ini yang tentunya berangkat dari sebuah fakta yang ada di Indonesia, yakni  kemajemukan dan keragaman . Kemajemukan dan keragaman sebuah keniscayaan ( Sunnahtullah ). Siapapun tidak bisa menghindari hal tersebut. Mau tidak mau setiap orang pasti akan menghadapi kemajemukan dimanapun dan didalam hal apapun.
Baca selengkapnya.......


B.      Memahami arti keragaman pada konteks keIndonesiaan 

Keragaman dan pluralitas di negeri Indonesia merupakan realitas empirik yang tidak terbantahkan. Oleh sebab itu, keberagaman harus dipandang sebagai sebuah rahmat dan potensi positif untuk mengembangkan bangsa dan negara, dan bukan sebaliknya. Menyadari pentingnya potensi ini maka para pendiri negeri ini mencoba untuk merumuskan sebuah konsep negara yang mampuh mengakomodir keberagaman dalam konteks kerangka persatuan dan kesatuan.[4]Secara sosiogegrafis letak negara Indonesia diperempatan jalan antara benua Asia dan Australia yang terdiri dari berbagi bangsa yang akan menyebabkan terjadinya akulturasi budaya[5]Kultur adalah pola perilaku, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan   dari satu generasi ke generasi lainnya ;Psikolog Donald Campbell dan rekannya menemukan bahwa orang-orang disemua kultur cenderung : Percaya bahwa apa yang terjadi dalam kultur mereka adalah sesuatu yang “alami” dan “benar” dan apa yang terjadi di dalam kultur lain adalah “tidak alami” dan “tidak benar”;  Berperilaku dengan cara sesuai dengan kulturnyaMerasa bangga dengan kulturnya kelompoknya dan bermusuhan  dengan yang   berbeda kultur kelompoknya.[6] Dengan melihat kondisi-kondisi sosial tersebut diatas , tidak mengherankan apabila bangsa-bangsa di Asia, umunya dan Asia Tenggara, khususnya, berupaya memajukan masyarakat dan memperbaiki keadaan sosiokulturalnya. Adanya kerja sama dan kontak sosial ini dapat dilihat dengan dibentuknya ASEAN, Asean Games, dan berbagai bentuk kerja sama lainnya[7].Untuk konteks masyarakat Indonesia yang sangat beragam dari aspek sosial, budaya ,etnis dan agama sangat rawan dan akan menyulut konflik kalau tidak ada institusi yang mewadahinya, jika potensi-potensi diatas bisa dikembangkan maka akan   menjadi kekuatan bangsa Indonesia.Sesacara sosiologis Indonesia yang terdiri dari 17.504 pulau. Sekitar 11 ribu pulau dihuni oleh penduduk dengan 359 suku dan 726 bahasa .  Mengacu pada PNPS no. 1 tahun 1969 - yang baru saja dipertahankan Mahkamah Konstitusi - Indonesia memiliki lima agama “resmi”. Pada masa presiden Abdurahman Wahid, pemerintah mengakui Konghucu sebagai agama resmi. Meski hanya enam, di dalam masing-masing agama tersebut terdiri dari berbagai aliran yang berwujud dalam organisasi sosial. Begitu juga ratusan aliran kepercayaan hidup dan berkembang di Indonesia.[8]Munculnya konflik yang belakangan ini terjadi diakibatkan karena ego cultural, sempit dan dangkalnya wawasan bahkan spiritual yang  memunculkan konflik kepentingan. Dalam persfektif psikologi Islam seseorang yang terkena ego spiritual[9] akan mengkalim bahwa diri dan kelompoknyalah yang paling baik dan benar, sehingga dengan mudah menyalahkan orang dan kelompok lain. Maka diperlukan pengetahuan tentang akar ( asal-usul ) dari keragaman sehingga kita bisa mengetahui lebih jelas dan bijak didalam mensikapi perbedaan diantara dimasyarakat. 

C.      Akar Keragaman Dalam dimensi Eksistensial 

Keragaman secara radikal bahwa karakter manusia berbeda dengan manusia lainya. Akar dari perbedaan itu  berasal dari kesadaran manusia akan kelemahan yang ada pada dirinya. Secara empirik manusia memiliki perbedaan dan kelamahan dari sisi perangkat yang dimiliki seperti ;  panca indra, akal dan bahasa. Ketiga perangkat tersebut akan melahirkan perbedaan dan keragaman baik dalam pemikiran, sikap, dan karakter seseorang.[10]Dari pernyataan diatas tergambar bahwa munculnya perbedaan baik pada tataran personal maupun kelompok disebabkan karena pengaruh dari proses pengetahuan yang didapat dari panca indra , daya tangkap ( akal ) dan bahasa komunikasi yang dia terima. Kesemuanya itu akan menghasilkan keragaman baik dari segi pemikiran maupun sikap dan karakter kepribadian. Agar keragaman yang ada disekitar kita tetap terjaga tanpa harus mendatangkan kekerasan hanya karena persoalan sepele, maka dibutuhkan sebuah institusi untuk mempertahankan dan mengembangkannya. Institusi yang tepat adalah sebuah lembaga pendidikan untuk bisa mempertahankan dan mengembangkan keragaman. Karena lembaga pendidikan sangat efektif dan tepat sasaran karena disana terjadi proses transformasi nilai dan ilmu kepada para pelajar, yang notabenya merupakan kader bangsa, yang diciptakan sebagai calon-calon pemimpin yang idealnya harus bersikap akomodatif terhadap kergaman yang di hadapinya.

 D.     Akar Keragaman Dalam Dimensi Sosial 

Keterbatasan panca indra, akal dan bahasa yang dimiliki manusia tidak harus memaksakan kita untuk seragam atau memusnahkan sesuatu yang berbeda dengan kita. Dalam dimensi sosial sebagai mahluk yang tidak hidup sendirian maka disana ada proses interaksi. Proses interaksi akan melahirkan sejumlah persamaan dan perbedaan yang pada giliranya akan membentuk kelompok, baik skala kecil ( keluaga ) maupun besar ( bangsa ), yang kita kenal dengan istilah identitas.[11]Keragaman identitas di ruang publik tidak tumbuh berkembang dengan mulus. Selalu saja ada gesekan antara satu identitas dengan identitas lainnya. Gesekan tersebut didorong oleh faktor kekuasaan. Kehendak berkuasa tak terelakan pada diri manusia manakala ia tampil ruang publik. Terlebih dia tampil mewakili identitas tertentu. Dia akan merasa paling berhak menentukan aturan main ketimbang indetitas lainnya. Sehingga identitas tertentu bisa menghakimi atau meminggirkan identitas lainnya. Dari segi inilah kita mengenal istilah politik identitas.[12]Di pemaparan diatas bahwa, politik identitas akan mudah tersulut (terprovokasi) ditingkat akar bawah jika tidak dicegah semenjak dini lewat sebuah proses pendidikan, komunikasi dan akomodatif terhadap kepentingan tertentu yang berbeda dengan kita. Karena dengan wawasan pengetahuan yang cukup, tingkat pendidikan yang baik akan membuahkan kebijakan dan kearifan didalam menyikapi sebuah perbedaan. Disinilah peran semua fihak baik tokoh masyarakat, pendidik maupun lembaga pendidikan guna meredem aksi-aksi anarkis yang mengatasanamakan perbedaan budaya, etnis maupun keyakinan.

E. Pendidikan Multikultural Solusi Untuk Memecahkan Masalah Perbedaan.

Pada dasarnya, embrio multikultural itu sudah ada sejak dibentuknya NKRI oleh para pendiri bangsa pada pertengahan tahun 1940-an lewat jargon “ Bhineka Tunggal Ika”.[13]  Tetapi ada persoalan politik yang mempengaruhinya sehingga multikultural terkubur dan diganti dengan keseragaman yang mengatasnamakan persatuan, kesatuan dan menjaga stabilitas politik ,keamanan.Fenomena pendidikan multikultural adalah proses penanaman niali-nilai kebersamaan, saling toleransi terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang plural.[14]Hal ini menarik mengingat masyarakat Indonesia yang hidup dialam reformasi yang syarat dengan nuansa “kebebasan” , yang tidak diimbangi dengan supremasi hukum yang kuat maka memunculkan masalah baru yakni sikap anarkisme yang sekang bermunculan yang mengatasnamakan kelompok sampai keyakinan.Di tengah merebaknya kekerasan di Indonesia, pendidikan multikultural menjadi sebuah bagian dari pilar-pilar peradaban bangsa Indonesia yang sulit sekali dipisahkan dari struktur sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang majemuk. Untuk mewujudkan pendidikan multikultural di Indonesia dapat digunakan model yang mencakup tiga jenis transformasi yakniTransformasi diri yakni bagaimana pendidikan terhadap diri-sendiri diman kita mampu menyikapi perbedaan budaya yang ada pada budaya diri sendiriTransformasi sekolah dan proses belajar mengajar yakni bagaimana peran guru dalam mendidik memberikan pemahaman secara penuh kepada peserta didik dengan adanyakeragaman budaya ,suku agama.Transformasi masyarakat yakni peran guru mengajak kepada siswa untuk bersikap arif dan bijak ketika dia berhadapan kepada sesuatu  budaya, suku yang berbeda bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia. [15]Ketiga konsep diatas klo diimplementasikan didalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat maka suasana damai saling pengertian dan toleransi akan terwujud, tidak hanya pada tataran retorika para tokoh dan pemimpin bangsa yang selama ini selalu diucapkanya pada acara-acra seremonial di hari-hari bersejarah.

F.       Simpulan

 Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :Keragaman merupakan sunnahtullah yang pasti terjadi ditengah-tengah masyarakat yang plural.Hanya kearifan dan kebijakanlah yang bisa menjawab semua tantangan dimata kita , ketika kita melihat sesuatu yang berbeda dengan kita.Untuk bisa bersikap bijak dibutuhkan sebuah wawasan ilmu pengetahuan dan interaksi sosial yang intens lewat komunikasi dengan pihak lain sehingga akan membuahkan kebersamaan dan saling pengertian.Instrumen lain yang sngat efektif guna mewujudkan masyarakat yang arif dan bijak ketika mensikapi perbedaan yakni lembaga pendidikan lewat pendidikan multikultural.Guna terlasanaya pendidikan multikultural dibutuhkan wawasan dan pengetahuan guru akan nilai-nilai kebangsaan dan wawasan kebudayaan dengan ditopang denga kepribadian dan karakrer guru.

Daftar Pustaka 
 3.  http : // cenghusni.wordpress.com/2011/04/11/memahami-kembali-arti-keragaman.
 4.  Suparta Munzier, Dr, MA : Islamic Multikultural Education, Jakarta al-Ghazali center.

  [1] http://cenghusni.wordpress.com/2011/04/11/memahami-kembali-arti-keragaman
  [3] Dr. H Munzir Suparta, MA : Islamic Multikultural Educatian ( jakarta – Al-Gazhali Center )
  [4] Ibid. Munzir Suparta Hal 12
  [9] Thobib Al-asyhar  ; http://psi-islami.blogspot.com/ melihat sesuatu berdasarkan simbol keagamaan.
  [10]  Ibid  http://cenghusni.wordpress.com/2011/04/11/memahami-kembali-arti-keragaman
  [11] Ibid  http://cenghusni.wordpress.com/2011/04/11/memahami-kembali-arti-keragaman
  [12] Ibid
  [13] Ibid  Munzier suparta hal 95
  [14] Ibid  Munzeir suparta hal 103
  [15] Ibid  Munzier suparta hal 104-105

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Blogger news